Malaysia sebagai
negara yang berasaskan multi kaum/bangsa sangat rentan untuk terjadi
kerusuhan kaum. Berdasarkan laporan AFP 2007, komposisi penduduk Malaysia dari
27,17 juta jiwa adalah terdiri dari 65,1% adalah Bumiputera (Melayu termasuk
pribumi sabah/Serawak),Cina 26 %, India 7,7 % dan sisanya adalah berbagai kaum.
13 Mei 1969 keharmonian dan perpaduan kaum di Malaysia bergejolak, suatu
sejarah hitam telah tertulis dalam sejarah Malaysia. Kerusuhan kaum antara
Melayu melawan Cina dan India tak terelakkan. Bom waktu itu telah meledak
dengan di sertai api amarah, saling dendam dan rasa saling mencurigai.
Pembakaran dan pembunuhan memenuhi Kuala Lumpur ketika itu, Dimana kawasan Chow
Kit dan Kampung Baru yang memegang titik dominan. Dimana Kaum Melayu
menguasai kawasan sekitar Kampung Baru,
Keramat, Ampang, Kampung Kerinchi dan Klang lama. Sedangkan kaum Cina Dan India
tertumpu di sentul, Kepong, Jinjang , Pudu dan Salak Selatan.
Kerusuhan 13 Mei 1969
Kekecewaan mula timbul bukan saja terhadap keputusan pemilu 10
Mei 1969 tetapi terhadap proses demokrasi
itu sendiri. Komunitas non Melayu, akibat konsensi dan kompromi yang diberikan
oleh orang Melayu sendiri, kini memperolehi sebahagian daripada kuasa politik
negara.
Pada Senin pagi , 12 Mei 1969,
Dr. Tan Chee Khoon
yang telah memenangi kursi dengan kelebihan suara yang besar dalam kawasan Batu di Selangor, telah meminta izin kepada pihak polisi untuk mengadakan satu
konvoi kemenangan oleh ahli-ahli partai Gerakan.
Kebenaran dan izin telah dikeluarkan oleh pihak polisi. Namun Sebaliknya DAP (sama-sama partai oposisi) tanpa mendapat kebenaran pihak polisi, turut membuat keputusan untuk mengadakan konvoi yang sama pada 13 Mei 1969. Justeru DAP
telah turut sama dengan
konvoi yang dibuat oleh Gerakan. Gabungan dua partai oposisi yang selama ini diibaratkan sebagai ‘api di
dalam serkam’ mula mengkucar-kacirkan keadaan.
Pada 12 Mei 1969, satu konvoi berada di Jalan Ipoh, Jalan Tunku Abdul Rahman,
Jalan Parlimen, Jalan Raja Laut, Jalan Hill masuk ke Kampung Baru dengan 500
skuter. Lalu mereka kata? “Melayu balik kampung, Melayu
sudah tiada kuasa. Sekarang kita Cina control.” Bila lalu depan Kampung Baru
mereka kata “Melayu keluar! Apa lagi duduk sini, kita hentam sama lu, sekarang
kita ada kuasa”.
Akhirnya kedua belah pihak saling berbunuhan dan saling bakar setelah di
selubungi berbagai isu yang tidak berapa jelas.
Faktor-Faktor Kerusuhan 13 Mei 1969
Kerusuhan kaum 13 Mei secara umumnya di pengaruhi masalah ekonomi,
ideologi, pemisahan kebudayaan, pertembungan politik dan perlembagaan antara
kaum mayoritas dan minoritas. Secara garis besarnya faktor-faktor kerusuhan
kaum 13 Mei 1969 adalah :
·
Pengaruh
penjajahan Jepang Dan Anasir-anasir Komunis
Sewaktu Jepang menjajah Malaya, kaum Cina mendapat layanan sangat buruk
apabila di bandingkan dengan kaum Melayu. Apalagi di negara China sendiri pada
saat itu turut di jajah Jepang. Akibat revolusi 1911 di China, Pertubuhan
Koumintang mendirikan cabangnya di Malaya pada tahun 1912 dan di katakan sangat
di pengaruhi fahaman Komunis.
Pada tahun 1926 Chiang Ka Shek di China melakukan pembersihan anasir-anasir
komunis di Koumintang, sehingga sebagian anggotanya ada yang melarikan ke
Malaya dan ini merupakan cikal bakal Partai Komunis Malaya.
Sewaktu Penjajahan Jepang di Malaya, mereka mendirikan MPAJA (Tentara
Pembebasan Anti Jepang Rakyat Malaya) dan melancarkan penentangan secara
Gerilya. Sehingga sewaktu kekalahan Jepang pada Sekutu, di Malaya terjadi
Vacuum Of Power dan MPAJA mengambil kesempatan ini dengan menguasai Malaya
selama 14 hari. Kemudian di rampai kembali oleh Inggris.
·
Kontrak
Sosial dan Artikel 152/153
Sewaktu Inggris bertapak kembali di Malaya, Kesadaran berpolitik kaum
Melayu masih Rendah. Namun setelah pihak Inggris mendirikan Malayan Union dan
memberikan kerakyatan kepada semua bangsa (kecuali Jepang) serta mengurangkan
kedaulatan Raja-raja Melayu, telah membangkitkan kemarahan dan rasa
Nasionalismenya.
Di dorong oleh perkembangan Nasionalisme
di India dan Indonesia, Kaum melayu bangkit menentang rencana Inggris itu dan
mereka bimbang akan di perintah kaum pendatang suatu hari nanti.
Namun pemberian kerakyatan kepada kaum pendatang akhirnya di setujui, tapi
dengan syarat rencana Malayan Union di gugurkan, kedaulatan raja-raja Melayu di
kembalikan, Bahasa yang dipergunakan adalah Bahasa Melayu (Artikel 152) dan
keistimewaan kaum Melayu tidak di usik (artikel 153).
Namun kaum bukan Melayu sepertinya tidak puas hati dengan tolak ansur ini.
·
Berpisahnya
Singapura dan Malaysian Malaysia
ketidakpuasan non Melayu terhadap kedudukan istimewa kaum Melayu melalui artikel
153 kian menjadi-jadi dan di jadikan
modal politik pada Pemilu Malaysia pada tahun 1964. Salah satunya adalah Lee
Kuan Yew dengan partai PAPnya (People,s Action Party) telah mengkritik Artikel
153. Lee kuan yew melaungkan slogan Malaysian Malaysia yang bermaksud negara Malaysia adalah hak semua penduduk tanpa ada kaum yang mendapat keistimewaan.
Dia maukan Meritokrasi dan meminta kesaksamaan hak dan pembahagian sumber
antara Melayu dengan kaum lain. Akibat dari pergolakan politik ini, memaksa
Tuanku Abdur Rahman sebagai Perdana Menteri waktu itu melepaskan Singapura dari
Malaya.
Namun kesinambungan Lee Kuan Yew di lanjutkan oleh Partai DAP (demokrasi Action
Party) yang merupakan buah pikiran dan kepanjangan tangan dari Lee Kuan Yew di
Malaya.
·
Konfrontasi
Indonesia dan hukuman Gantung
Ditangkapnya 11 orang Cina anggota PK M karena membantu pihak Indonesia
sewaktu masa konfrontasi Indonesia-Malaysia di Johor. Maka hukuman gantung
telah di jatuhkan kepada mereka semua dan juga 2 orang Melayu di negeri Perak.
Dr.Tan Chee Khoon yang merupakan ahli parlimen dari partai buruh telah
mengadakan demonstrasi besar-besaran dan meminta hukuman gantung tidak dilaksanakan.
Bersama-sama pendukung komunis mengadakan kampanye dan pengumpulan tanda
tangan, sehingga memaksa Tuanku Abdur rahman menghadap untuk memohon kepada
Sultan Johor dan Sultan Perak untuk meringankan hukuman tersebut demi
menghindari pertumpahan darah. Akhirnya hukuman tersebut di ringankan menjadi
penjara seumur hidup.
·
Ekonomi
dan status Sosial
Perbedaan ekonomi dan status sosial antara kaum Melayu dan Cina cukup
ketara sekali. Kaum Cina menguasai bisnis dan tinggal di daerah bandar,
sedangkan kaum Melayu relatif miskin dan tinggal di kampung-kampung.
Untuk itu sehingga memaksa pemerintah melakukan dasar ekonomi untuk membantu
keterpurukan kaum Melayu yang di kenali dengan Dasar ekonomi baru (DEB). DEB
juga telah membuat kaum Non Melayu merasa tidak puas hati dan juga menimbulkan rasa kecurigaan terhadap
kaum Melayu.
·
Kebudayaan
dan sistem Pendidikan yang berasingan
Kebudayaan kaum India dan Cina masih berpedoman ke daerah asalnya dan juga
sistem pendidikannya masih berasingan dan menggunakan bahasa asal mereka,
bahkan para gurunya ada yang di datangkan dari negara asal mereka. Sehingga
proses pembauran dan asimilasi berjalan buntu dan menimbulkan blok-blok serta
kelompok tersendiri.
·
Kampanye
Pemilu 1969 yang keterlaluan.
Pada kampanye pemilu 1969 telah timbul perbuatan-perbuatan dan
ucapan-ucapan yang keterlaluan dan saling sindir menyindir antar para
kontestan. B ahkan sampai membangkitkan hal-hal yang di angggap tabu seperti
artikel 152 tentang Bahasa dan artikel 153 tentang hak dan keistimewaan kaum
Melayu
MAGERAN (Majlis Gerakan Negara)
Memandangkan
keadaan kerusuhan kaum yang kian tak terkontrol. Memaksa Yang di – Pertuan Agong di atas nasihat
Perdana Menteri Untuk
mengumumkan keadaan darurat di seluruh negara.Pengumuman tersebut terjadi pada
16 Mei 1969 di bawah Ordinan No.2 ( Kuasa-kuasa perlu) Darurat 1969 –
P.U.(A) 149.
Dengan pengumuman tersebut
sistem kerajaan berparlimen telah dibubarkan.
Sebagai caretaker
pemerintahan negara selepas Parlimen dibubarkan, Deputi Perdana
Menteri Tun Abdul Razak Dato’ Hussein telah dilantik sebagai ketua MAGERAN pada 17 Mei 1969 untuk Perlembagaan
Fasal (2) Perkara 150. Untuk melaksanakan tugas-tugas di bawah Ordinan ini,
beliau dibantu oleh anggota-anggota majlis yang terdiri daripada
pemimpin-pemimpin politik, pegawai-pegawai utama pemerintah dan
pegawai-pegawai tinggi Polisi dan Tentera.
MAGERAN yang dibentuk selepas 13 Mei 1969 bertujuan bagi
mengembalikan kestabilan dan ketenteraman umum, khususnya untuk mengembalikan suasana
keharmonian dan kepercayaan antara kaum di seluruh negara. Di antara
fungsi-fungsi utama MAGERAN ialah ;
a) mengembalikan
keamanan dan undang-undang negara
b) menentukan pemerintahan yang lancar dan sempurna dan
c) mengembalikan suasana keharmonian dan kepercayaan antara kaum di
seluruh negara.
Untuk Menghindari Kerusuhan
13 Mei terulang
Malaysia Sebagai
negara yang majemuk , perpaduan dan keharmonisan antara kaum ibarat bom waktu
yang siap meledak lagi tanpa kita ketahui dan ramalkan. Pemerintah Malaysia
harus lebih jeli dalam menanggulangi terulangnya peristiwa hitam tersebut. Di antaranya
adalah :
· 1.)Partai
politik berasakan kaum-kaum tertentu harus di perhalusi
· 2)Sudah
saatnya pemerintah Malaysia lebih tegas dengan sistem pendidikannya yang
berasaakan kaum-kaum tertentu dengan tujuan mendidik pembauran /asimilasi mulai
dari kecil lagi.
· 3) Pemerintah Membuat
program agar non melayu menyukai bahasa
melayu dan fasih menuturkannya
· 3) Program
perjumpaan muhibah dengan melibatkan semua kaum senantiasa dilaksanakan.
Semoga
Peristiwa yang berlaku ini bisa dijadikan teladan kepada semua pihak, terutama Negara Indonesia
yang lebih kompleks ke anekaragamannya.
Dan sebagai rakyat yang cintakan keamanan,
kita perlu menanganinya dari berlaku lagi pada masa akan datang.
Kita jangan mengambil gampang di atas keamanan yang sedang kita rasakan, karena di sebalik
itu terdapat anasir-anasir yang sedang berusaha untuk memporak-perandakan keadaan
Referensi
:
-
http://ms.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_13_Mei
- Buku laporan MAGERAN Mei 1969
-Buku Sebelum dan selepas 13 Mei (catatan Tuanku Abdur Rahman)
-Transkip interview bersama Kopral En.Che mat Bin Mustafa mengenai peristiwa 13
Mei 1969 di Kuala Lumpur
- Dan berbagai sumber lainnya