Setelah Sidang Paripurna tentang Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diputuskan melalui voting, yang mana pilkada lewat DPRD dipilih oleh 226 anggota ( Koalisi Merah Putih) dan pilkada langsung dipilih oleh 135 anggota ( PDI-P, PKB dan Hanura) dan total suara sebanyak 361 Suara. Sedangkan fraksi Demokrat melakukan Walk Out (WO) sebelum voting dilakukan
Polemik seputar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di media massa dan media sosial begitu sengit. Alasan-alasan politik dari pro "Pilkada Langsung" dan pro "Pilkada lewat DPRD" begitu meyakinkan menguatkan hujah mereka dalam berdebat.
Ada yang menanggapi dengan serius hingga mendekati atau menjadi debat kusir, dan ada pula yang menanggapi dengan enteng dan malah diparodikan dalam bentuk banyolan. Ada yang mengatakan balas dendam politik dah dimulai, Kelanjutan dari siri pilpres kemarin masih tercium tajam dalam hal RUU ini.Bahkan ada yang lebih tajam lagi analisanya,
Tidak usah menjadi presiden, tapi menguasai parlimen sama saja dengan menguasai pemerintah. Ibarat tidak memegang sertifikat tapi yang penting tinggal dan menguasai rumahnya
Namun semua itu bagi rakyat kecil tidak begitu berarti , entah mau pilkada langsung dan ekspres maupun harus transit dulu di terminal DPRD. Selagi mekanisme serta pelaku demokrasi didalamnya lebih mementingkan kekuasaanya, maka selagi itulah rakyat tidak akan mendapat apa-apa. Malah kepercayaan dan persepsi rakyat terhadap para wakil rakyat tetap negatif.
Tapi bagi saya pribadi kalau disuruh memilih pasti lebih memilih pilkada langsung. Mengapa demikian ? Inilah beberapa alasan-alasannya :
·
Lembaga Survey dan Quick Count kurang orderan
Menjelang Pileg dan Pilpres kemarin, lembaga survey dan quick count tumbuh subur ibarat jamur setelah banjir. Ada lembaga yang kurang masak bahkan ada yang terlebih masak yang lengkap dengan segala bumbu-bumbunya.
Kalau Pilkada langsung ditiadakan, siapa lagi yang mau memesan mereka lagi.
Menjelang Pileg dan Pilpres kemarin, lembaga survey dan quick count tumbuh subur ibarat jamur setelah banjir. Ada lembaga yang kurang masak bahkan ada yang terlebih masak yang lengkap dengan segala bumbu-bumbunya.
Kalau Pilkada langsung ditiadakan, siapa lagi yang mau memesan mereka lagi.
·
Mak dan ibu-ibu dikampungku tidak mendapat Sarung
dan Mukenah lagi.
Setiap pilkada baik pilgub atau pilbup, para kandidat dengan seribu senyumnya akan mencoba memikat dan merayu ibu-ibu dikampung dengan umpan sarung, kain batik dan mukenah untuk memilihnya nanti.
Kalau pilkada ditiadakan , alamatnya sarung dan mukena harus menunggu lebaran untuk menukarnya.
Setiap pilkada baik pilgub atau pilbup, para kandidat dengan seribu senyumnya akan mencoba memikat dan merayu ibu-ibu dikampung dengan umpan sarung, kain batik dan mukenah untuk memilihnya nanti.
Kalau pilkada ditiadakan , alamatnya sarung dan mukena harus menunggu lebaran untuk menukarnya.
·
Perusahaan percetakan berkurang omzetnya
Setiap pesta pilkada di setiap jalan protokol atau simpang empat, Baliho sebesar lapangan bulutangkis pastinya terpacak dengan senyum menggoda para kandidat. Lain lagi dengan ribuan poster yang disebarkan di merata tempat oleh para tim suksesnya.
Kalau Pilkada langsung ditiadakan, akan berkurang meriahnya setiap pilkada diadakan. Karena orderan baliho berkurang.
Setiap pesta pilkada di setiap jalan protokol atau simpang empat, Baliho sebesar lapangan bulutangkis pastinya terpacak dengan senyum menggoda para kandidat. Lain lagi dengan ribuan poster yang disebarkan di merata tempat oleh para tim suksesnya.
Kalau Pilkada langsung ditiadakan, akan berkurang meriahnya setiap pilkada diadakan. Karena orderan baliho berkurang.
·
Tim Sukses (Timses) semakin langsing dan lancip.
Apabila Pilkada langsung ditiadakan, para Timses atau broker hanya bermain di atas lapangan karpet saja. Jauh panggang dari api untuk menyentuh lapangan lumpur lagi dengan turun ke bawah untuk merayu dan memikat suara arus bawah .
Apabila Pilkada langsung ditiadakan, para Timses atau broker hanya bermain di atas lapangan karpet saja. Jauh panggang dari api untuk menyentuh lapangan lumpur lagi dengan turun ke bawah untuk merayu dan memikat suara arus bawah .
·
Tiada lagi Serangan Fajar.
Apabila Pilkada Langsung ditiadakan, serangan fajar yang dilakukan teman-teman sekampung tidak akan terdengar lagi. Uang rokok dan bensin pastinya tidak akan memenuhi saku belakang mereka. Karena semua uang itu hanya berputar di saku-saku pak DPRD.
Apabila Pilkada Langsung ditiadakan, serangan fajar yang dilakukan teman-teman sekampung tidak akan terdengar lagi. Uang rokok dan bensin pastinya tidak akan memenuhi saku belakang mereka. Karena semua uang itu hanya berputar di saku-saku pak DPRD.
Lanskap perpolitikan Indonesia sekarang sudah berubah, dan rakyat sudah mulai terbuka apa itu makna dan tujuan politik. Kalau memang pilkada lewat DPRD diputuskan dan akan ditetapkan sebagai Undang-Undang, silahkan saja !!
Tapi para pelaku dan pemain di dalam pilkada harus berubah juga. Dan jangan sampai persepsi “Ibarat Memilih Kucing Dalam Karung” terulang kembali.
Salam dari rakyat