Dini hari pagi 3 September yang lalu, Kapal kayu tersebut
berangkat melawan pekatnya Malam dari Hutan Melintang, Negeri Perak Malaysia.
Di dalam kapal tersebut lebih 70 orang Warganegara Indonesia (WNI) pulang
secara illegal menuju Tanjung Balai , Asahan Sumatera Utara.
Namun takdir berbicara lain, Kapal kayu yang berlayar dengan
muatan lebih tersebut dihantam badai di perairan selat Melaka , dekat Sabak
Bernam negeri Selangor Malaysia. Siangnya hanya 19 orang yang bisa
diselamatkan, dan 15 korban berhasil dievakuasi. Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) bekerja
sama dengan pihak aparatur pemerintah Malaysia melakukan pencarian korban yang
masih hilang.
Dan setiap hari korban semakin bertambah ditemukan oleh Tim
SAR setempat.Yang paling mengenaskan , Ada korban yang tersangkut dalam jaring
nelayan warganegara Malaysia. Para korban berasal dari berbagai daerah di
Indonesia, Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Jawa hingga ada yang dari Madura.
Cerita tragedi
tenggelamnya kapal yang dinaiki oleh para TKI kita sudah bukan cerita baru,
Ianya menjadi kisah klasik yang setip musim perayaan tiba. Setiap menjelang
Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Keganasan ombak
selat Melaka sudah membuat cerita demi cerita sehingga membuat kita tak
terkejut lagi. Sudah berapa ribu nyawa saudara-saudara kita yang terkorban
disana ?
Pertanyaan
seperti itu sudah tak bisa kita jawab lagi. Ianya terlalu banyak
argumen-argumen dan hanya sebatas teori saja. Namun solusinya terkadang lenyap
oleh nikmatnya dan manisnya keringat-keringat TKI yang terdesak untuk pulang.
Mengapa para TKI kita masih memaksakan diri pulang secara Ilegal ? Sedangkan
ianya penuh resiko yang bukan hanya sekedar harta maupun nyawa. Diantaranya
adalah
1.Igauan Terkena Blacklist
Timbul persepsi dikalangan para TKI, apabila pulang melalui PT.Iman Resources (IR) atau IMAN TKI akan terkena blacklist
minimal 6 bulan tidak boleh masuk lagi ke Malaysia. Karena sewaktu ikut program
pemulangan via IMANTKI sudah Thumb Print . Sehingga data dan rekod didalamnya
tidak bisa di ubah lagi. Dan inilah yang membuat para TKI ilegal pulang lewat
jalur ilegal juga.
2. Biaya Pulang Via IMANTKI Mahal
IMANTKI adalah perusahan
tunggal Malaysia yang diresmikan oleh
pemerintan Malaysia lewat Kementrian Dalam Negri(KDN) malaysia yang diberikan
izin untuk mengurus program Pemulangan pekerja asing ilegal (Indonesia) di
Malaysia (one Stop centre).
Karena bersifat
Monopoli, maka biaya pemulangan yang ditanggung oleh pekerja ilegal sangat
mahal. Ditambah lagi pembelian tiket pesawat yang juga dimonopoli, dengan
mewajibkan para TKI membeli tiket di perusahaan tersebut. Dan pembelian tiket
diluar perusahaan tersebut tidak diperbolehkan.
Berbagai Komunitas dan paguyuban lewat KBRI Kuala Lumpur mengajukan keberatan
kepada pihak ImanTKI dan KDN. Ada pengurangan sedikit demi sedikit, namun harga
tersebut masih mahal menurut kantong para TKI. Dan pihak KBRI juga tidak bisa
menekan terlalu banyak, karena sudah masuk ke ranah undang-undang serta
kebijakan pemerintah Malaysia.
3.Terbentur Masalah Birokrasi.
Para TKI umumnya
tetap berpresepsi, bahwa mengurus Surat Perjalanan Laksana Pasport (SPLP) di
KBRI atau KJRI cukup ribet dan mengambil waktu lama. Ibarat sepertimana
mengurus pergantian pasport Biometrik selama ini. Apalagi mereka juga banyak
yang tidak mempunyai identitas diri seperti KTP. Sehingga apabila mengikuti
prosedural pembuatan SPLP, mereka harus menunjukkan bukti kewarganegaraan
Indonesia.
Dengan cara meminta surat pengesahan dari kampung serta fotokopi KSK yang harus
difaxkan ke KBRI. Mungkin prosedural biasa seperti ini dianggap cukup
meribetkan para TKI.
4.Sosialisasi Program
Pemulangan Kurang Maksimal
Keberadaan media sosial seperti facebook dan Twitter kurang dimanfaatkan
oelh KBRI. Ada beberapa akun dan grup FB atas nama KBRI Kuala Lumpur, namun
kurang dipergunakan untuk informasi dan berinteraksi dengan masyarakat
Indonesia di Malaysia.
Sosialisasi program pemulangan atau yang berhubungan dengan informasi serta
keberaadaan hukum di Malaysia bukan tugas tunggal KBRI. Paguyuban-paguyuban dan
komunitas –komunitas WNI di Malaysia juga harus membantu mensosialisasikannya.
Tapi sayang banyak paguyuban/komunitas WNI hanya sekedar nama saja. Dalam
artian pengurusnya saja yang ada, namun anggotanya tidak ada dan semu.
Terkadang juga ada pengurus yang merangkap ganda di beberapa komunitas.
5.Tergiur Rayuan Tekong
Tekong adalah bahasa para TKI di Malaysia yang berarti agen atau orang
tengah yang menguruskan pemberangkatan serta pemulangan TKI dari Malaysia ke Indonesia ataupun sebelikanya.
Tekong ini juga yang mengurus semuanya mulai dari perihal dokumen hingga sampai
urusan imigrasi baik dari pihak Malaysia maupun Indonesia sendiri.
Yang sering menjadi pertanyaan, Mengapa tragedi seperti ini sering terjadi
setiap tahun ? padahal berita-berita tersebut sering menghiasi media di
Indonesia dan malaysia. Apakah tidak solusi konkrit yang diterjemahkan sehingga
mampu mengurangi sebab- sebab diatas.Permasalahan ini sudah sangat begitu
kompleks, mulai dari pemahaman TKI itu sendiri ditambah orang-orang yang
sengaja mengambil kesempatan keatas para TKI itu sendiri.
TKI itu juga manusia dan TKI bukan warga kelas kedua.
Salam dari Kuala Lumpur
Setuju Pak, semua WNI di Malaysia juga harus turut berperan mencegah peristiwa ini terulang kembali.