![]() |
A Hok dalam pakaian Betawi (Foto diambil dari www.tempo.co) |
Kegaduhan
politik terkait Pemilihan Gubenur (Pilgub) Daerah Khusus Istimewa Jakarta cukup menyita perhatian publik
baru-baru ini. Isu yang begitu dominan adalah berkaitan agama dan etnik sang
calon yang akan beradu keberuntungan nanti. Rencananya pemilihan umum Gubernur
dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 akan dilaksanakan 15 Februari
2017 nanti.
Berbagai opini
dan pendapat saling berbalasan sesama pendukung, terutama dari pendukung Sang
Petahana Ahok – Djarot dengan pendukung Anies-Sandiaga. Sedangkan pendukung
dari Agus-Sylviana lebih kepada menyimpan energi, belum melemparkan isu penting
dan krusial ke hadapan publik.
Menyikapi
isu Pilgub Jakarta, Saya cukup tertarik dengan salah satu karya Sastrawan
Negara Malaysia yaitu Usman Awang. Karya puisi tersebut berjudul “ Melayu”,
yang berisi kritikan halus atas sikap dan kondisi bangsa Melayu di Malaysia. Saya
tertarik pada bait ketiga dari puisi tersebut yaitu ,
“Melayu di tanah Semenanjung luas maknanya:
Jawa itu Melayu, Bugis itu Melayu
Banjar juga disebut Melayu, Minangkabau
memang Melayu,
Keturunan Acheh adalah Melayu,
Jakun dan Sakai asli Melayu,
Arab dan Pakistani, semua Melayu
Mamak dan Malbari serap ke Melayu
Malah mua’alaf bertakrif Melayu
(Setelah disunat anunya itu) “
“Melayu di tanah Semenanjung luas maknanya:
Jawa itu Melayu, Bugis itu Melayu
Banjar juga disebut Melayu, Minangkabau
memang Melayu,
Keturunan Acheh adalah Melayu,
Jakun dan Sakai asli Melayu,
Arab dan Pakistani, semua Melayu
Mamak dan Malbari serap ke Melayu
Malah mua’alaf bertakrif Melayu
(Setelah disunat anunya itu) “
Di Malaysia,
Keterkaitan dan hubungan antara makna Melayu dan Islam begitu kuat sekali.
Sehingga di Malaysia. timbul persepsi bahwa Melayu itu Islam dan Islam itu
Melayu. Contohnya adalah masyarakat India muslim di Malaysia, mereka akan
menampakkan identitas melayu seperti berbaju melayu, berbahasa melayu dan
melaksanakan adat-adat melayu dalam kehidupan sehari-hari.
Dan ini juga
terjadi pada masyarakat keturunan Arab, Pakistan, Siam bahkan minoritas Cina
Muslim. Mereka sudah membaur menjadi bangsa Melayu, dalam artian kasar bahwa
Melayu itu adalah warganegara Islam yang mengamalkan adat-adat Melayu. Yang
mana orang melayu di Malaysia mempunyai keistimewaan dalam sosial, politik dan
ekonomi.
Keistimewaan
–keistimewaan tersebut seperti anak-anak Melayu mudah mendapatkan beasiswa,
orang melayu memegang penuh izin perniagaan/ bisnis , Dalam membeli property,
masyarakat Melayu mendapatkan diskon sebesar 10% dari harga penjualan.
Dalam segi
politik, sudah jelas bahwa pemimpin negara seperti perdana menteri di Malaysia adalah orang Melayu yang beragama
Islam. Ini berkaitan rapat dengan peruntukan
perlembagan persekutuan 153 tentang hak keistimewaan Melayu, Bahasa Melayu dan
agama Islam sebagai agama resmi persekutuan. Namun belakangan ini, isu perdana
menteri Malaysia harus Islam dan Melayu mendapat tentangan dari partai oposisi
yang berlatarbelakangkan bangsa Cina dan India yaitu DAP.
Isu latar
belakang pemimpin negara tersebut, juga terjadi di Indonesia sendiri. Apabila
sebelumnya UUD 1945 pasal 6 yang mengatur syarat calon presiden dan wakil
presiden harus orang Indonesia Asli, diubah dan ditukar lebih longgar . Menjadi
warganegara Indonesia yang sejak
kelahiranya tidak pernah kewarganegaraan lain karena kehendaknya
sendiri. Jadi dengan sendirinya suku/etnik apa saja dan keturunan darimana saja
berkemungkinan bisa menjadi pemimpin Indonesia.
Yang menjadi
isu dominan dalam pilgub Jakarta belakangan ini adalah terkait latar belakang
agama salah seorang calon gubernur. Isu agama bergulir mengalir mengalahkan isu
“apa visi dan misi para pasangan calon gubernur yang bertanding”. Dominasi isu
seputar agama sengaja dihembuskan dan diuar-urakan mengalahkan faktor politik
itu sendiri.
Sempat terfikir,
bagaimana seandainya kalau Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenali Ahok itu
adalah muslim ? Apakah suara-suara yang menolak Ahok karena non muslim, akan
balik mendukungnya atau setidaknya mengiyakan meskipun ianya datang dari latar
belakang non pribumi.
Indonesia
adalah sebagai negara yang plural dalam artian multi agama, multi etnis, multi bahasa
dan multi budaya. Kasus Ahok ini sebenarnya hal yang menarik untuk kita
bicarakan, yang mana beliau adalah non muslim dan berasal dari keturunan etnis
Tionghua. Bagaimana seandainya partai politik
yang berlatarbelakangkan Islam seperti PAN, PKB, PPP, PBB serta PKS
berada di kubu Ahok-Djarot ? Pastinya isu-isu yang dilemparkan tidak akan
sepanas isu agama yang dilemparkan belakangan ini.
Politik kepartaian
tetap memegang peranan penting disebalik isu pemilihan umum baik pilkada,
pilgub hingga pilpres. Politik
kepartaian tetap berupaya bagaimana kekuasaan itu terbagi sesuai dengan
kesepakatan dan porsi yang ditetapkan . Sebagaimana kata Carl Joachim
Freiderich,
“Partai
Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan
berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun materil”
Namun bagaimanapun kuatnya partai politik
pendukung suatu calon pemimpin, itu semua terpulang kepada suara rakyat itu sendiri.
Karena suara rakyat itu adalah puncak kekuasan dan mandat itu datang. Yang
pastinya pemikiran dan arah politik rakyat Indonesia semakin dewasa dan semakin
terbuka.
Selamat berdemokrasi
Menurut ku kalok Ahok itu muslim pun bakalan tetep aja ada yg kontra. Siapa pejabat yg mau terusik kegiatan korupnya? Wkwkwk :p