Sepakbola merupakan olahraga yang paling popular di seluruh
dunia, ianya merupakan olahraga segenap lapisan masyarakat tanpa melihat status
sosialnya. Sepakbola juga olahraga pemersatu bangsa, karena didalam sepakbola
latar belakang agama, etnik, dan status sosial tidak dipandang sebagai jurang
pembeda. Namun berdasarkan skill dan keterampilan mengolah bola serta mampu
bekerja sama dalam sebuah tim yang dijadikan patokan.
Begitu juga di Indonesia, sepakbola selalu mencuri tumpuan
lapisan masyarakatnya. Perkembangan klub-klub kesayangannya senantiasa menjadi
tumpuan, dan informasi seputar klubnya selalu dijadikan pembicaraan. Sehingga dari
cintanya pada klub yang disayanginya, menimbulkan rasa fanatisme yang luar
biasa yang mampu mempengaruhi karakter seseorang.
Dan itu adalah hal lumrah dalam dunia persepakbolaan, apalah
artinya sebuah klub sepakbola, apabila tidak mempunyai klub pendukung yang berdiri teguh
dibelakangnnya. Pendukung yang berteriak menyemangati dengan aneka chant
(nyanyian supporter), disaat menang ataupun ketika mengalami kekakalahan.
Namun belakangan ini, dunia persepakbolaan Indonesia iramanya
agak sedikit sumbang. Suara-suara ketidakpuasan senantiasa kedengaran
dimana-mana. Mulai dari aroma pertandingan yang ditengarai dipengaruhi
mafia-mafia perjudian, tercium juga adanya pengaturan skor untuk memuluskan
suatu klub, bahkan terlihat beberapa politikus yang memanfaatkan dunia
sepakbola sebagai ladang uang dan pengaruh untuk masa depan karier politiknya.
Kita tak mampu menutup mata juga, tatkala kinerja seorang wasit
dalam memimpin sebuah pertandingan seringkali mengundang kritikan dan
ketidakpuasan klub-klub yang bermain. Penggunaan wasit asing dalam Liga
Indonesia bukan solusi terbaik dalam iklim sepakbola Indonesia. PSSI sebagai
federasi sepakbola Indonesia tidak boleh mengambil jalan pintas dan jalan
selamat dalam mencari penyelesaian bobroknya alam perwasitan di Indonesia.
PSSI harus mulai kembali menggunakan wasit-wasit lokal yang
sudah ada di Indonesia. Tapi dengan syarat berdayakan mereka dengan aneka
pelatihan-pelatihan seperti mana yang digariskan oleh FIFA. Pemberian lisensi
C3, C2, hingga C1 harus diberikan secara professional dengan kualifikasi yang
ketat.
Namun yang tidak kalah pentingnya adalah, para wasit harus
dibekali dan diperkasakan lagi dengan perbaikan cara komunikasi antara wasit
dengan pemain. Sehingga kedepannya tidak terdengar lagi , wasit diludahi
pemain, wasit dimaki pemain, bahkan wasit dipukuli oleh pemain. Intinya adalah
penggunaan wasit asing tidak banyak membantu memperbaiki kinerja dunia
perwasitan sepakbola Indonesia, apabila berkaca kepada liga yang dijalani saat
ini.
PSSI mungkin juga harus membatasi penyertaan klub-klub
berlatarbelakangkan aparatur keamanan negara dalam liga yang akan datang. Karena
ketika klub-klub tersebut bermain, dikuatiri akan menjadi rancu, tidak profesional
serta porposional. Faktanya dalam liga saat ini sudah cukup memberikan aneka
koreksi untuk sama-sama dicermati. Anarkisme supporter yang semena-mena karena
banyak yang menggunakan uniform institusinya, tidak menutup kemungkinan akan
membuat gap baru antara aparatur negara dengan rakyat. Ini bukan suatu yang
baik dalam kelangsungan berbangsa dan bernegara , tatkala kebencian dan dendam
pribadi dilampiaskan pada institusi aparatur negara.
Sepakbola itu ruang lingkupnya sangat besar, secara ilmu bisnis , Sepakbola adalah dunia
pasar yang cukup besar cakupannya. Bukan rahasia lagi apabila sepakbola dimana
saja, mafia-mafia senantiasa mengintip dan menunggu peluang untuk menjejakinya.
Dan berbicara mafia sepakbola, tidak akan bisa dilepaskan dengan dunia perjudian
dan sindiket internasional. Pengaturan skor pertandingan, intimidasi dan
penyuapan wasit atau pemain merupakan elemen-elemen yang sering dilakukan oleh
mereka. Pertanyaannya adalah apakah dunia sepakbola Indonesia dilingkari oleh
mafia sindiket internasional ?
Mafia-mafia ini pastinya tidak dapat bergerak dengan leluasa dan
bebas, tanpa bantuan dan pendekatan oleh sebagian orang-orang dalam federasi
sendiri. Sekelompok orang-orang yang orientasinya hanyalah pada materi, karier,
dan ambisi jangka panjangnya. Mereka tidak peduli dunia sepakbola mau hancur
dan kolaps, dan mereka tidak peduli tentang prestasi dan nama baik negara berkumandang
dalam persada dunia. Yang ada dalam fikiran mereka hanyalah materi dan ambisi
pribadi saja, bagaimana sepakbola mampu menjadi jembatan ambisi untuk meraih
keuntungan sendiri dan golongannya saja.
Apakah politikus-politikus yang berlegar-legar dalam dunia
sepkbola Indonesia ada sebagian yang terlibat ? Apakah tidak ada politisasi
pribadi dan kelompok dalam dunia persepakbolaan Indonesia ? Berapa orang yang
murni dan benar-benar mencintai sepakbola daerah khususnya dalam menaikkan
harkat dan martabat sepakbola nasional ? Dan berapa politikus juga yang menjadikan dunia sepakbola Indonesia
sebagai ladang uang dan mesin politik mereka serta golongannya ?
Aahhhh !! Dunia sepakbola itu terlalu suci untuk diduduki
oleh orang-orang jujur dan berdedikasi. Dunia sepakbola terlalu menggairahkan
untuk diuruskan oleh-oleh orang yang murni cintakan sepakbola nasional. “Apabila
suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya”. Itulah nasehat suci yang disampaikan dari langit untuk orang
bumi yang penuh ambisi.
Maju Jaya Sepakbola Nasional
Salam dari Kuala Lumpur
Salam dari Kuala Lumpur