Soal jiwa nasionalisme dan rasa
patriotisme, saya tidak pernah meragukan semangat itu menghuni segenap rakyat
Indonesia. Namun terlalu ultra nasionalisme juga tidak begitu baik adanya. Salah
satu kelemahan kita adalah mudah terprovokasi dan tersulut emosinya. Kita
terlalu mudah memberikan reaksi berlebihan terhadap suatu isu, yang mana isu
tersebut masih mampu melakukan musyawarah untuk mencari solusi penyelesaiannya.
Tanda-tanda tersebut begitu ketara
sejak pra Pemilihan Presiden (Pilpres 2014), Ianya menghinggapi saya, kalian, dan mereka semua
pecah menjadi tiga bagian. Satu bagian pro kelompok A, satu bagian pro kelompok
B, dan satu bagian tidak berada diantara kelompok A dan B.
Setiap hal sesuatu yang terjadi di
negeri kita ini, dimaknai dengan pertikaian dan pertembungan kontelasi politik
yang mulai berlangsung. Setiap isu yang
terjadi mendapat reaksi berlebihan dari kedua kubu, mulai dari saling membuli
hingga saling adu nyinyiran. Mulai dari isu pribadi hingga yang berkaitan suku,
agama, ras, dan antar golongan. Parahnya lagi, isu bencana yang terjadi
baru-baru ini, dipolitisasi sedemikian rupa oleh keduanya.
Peritnya mengharungi tahun-tahun
politik pasca Pilpres 2014 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta
2017, meninggalkan penggalan-penggalan dua kelompok dan perseteruan yang tak
pernah reda (dikotomi). Rakyat Indonesia pecah menjadi dua bagian, terpengaruh
oleh dua kelompok yang sama-sama mempunyai kepentingan (Polarisasi).
Apakah dalam tahun mendatang (Pra
dan Pasca Pilpres 2019),kita akan mengalami hal yang serupa seperti masa-masa
yang lalu? Ianya bisa diredam dan diminimalisir, andaikata unsur-unsur yang
terlibat didalamnya sepakat untuk berkampanye secara positif dan tidak
melakukan provokasi berlebihan.
Unsur yang pertama adalah para elit
politik, mereka harus sepakat sesama para elit politik berkomitmen untuk saling
hormat-menghormati selama proses konstelasi politik berlangsung. Mereka juga harus
bersepakat, agar berhati-hati dalam memberikan pernyataan politik dan tidak
mengompori serta memprovokasi isu-isu yang ada.
Unsur yang kedua adalah para media,
untuk saat ini mencari media yang betul-betul netral hampir tidak mungkin,
semuanya serba keberpihakan . Publik
sudah memberikan cop/tanda kepada media utama tertentu , baik media massa
ataupu media elektronik. Untuk itu, cara mengurangi ketegangan politik yang ada
adalah, media-media harus lebih selektif dalam mempublikasikan berita dan
laporannya. Hal-hal yang dikuatiri mengundang pertikaian dan perdebatan, artikelnya
bisa diperhalus lagi sebelum dipublikasikan.
Unsur yang terakhir adalah para tim
sukses, setiap kubu baik pemerintah ataupun oposisi ada tim pemenangan
masing-masing. Mereka mempunyai tugas dari bagian logistik hingga bagian serangan
udara ( cybermedia team). Para tim sukses mempunyai kendali dan peranan
penting, agar konstelasi politik tahun ini dalam batas normal. Merekalah ujung
tombak koalisi yang berhadapan langsung dengan publik.
Andaikata ada kesepakatan awal diantara
ketiganya, yakinlah pesta demokrasi ini akan berlangsung dengan meriah dan
menarik. Perbedaan dan arah politik dalam dunia demokrasi adalah sebuah
keharusan, namun yang paling penting adalah bagaimana meramu
perbedaan-perbedaan itu menjadi tonik kebangkitan bangsa Indonesia ini.
Salam dari Kuala Lumpur
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih atas komentar-komentar anda
Saya akan berusaha membalasnya semaksimal mungkin