 |
Keindahan Jembatan Suramadu tinggal Kenangan (Foto: merahputih/Gesuri) |
Belakangan ini Jembatan Suramadu menjadi polemik terbuka,
mulai dari obrolan sekelas warung kopi hingga media massa. Isu tersebut terkuak,
setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan pembebasan tarif tol jembatan
Suramadu, sejak hari Sabtu lalu (27/10/18).
Jembatan Suramadu adalah sebuah jembatan yang menghubungkan
pulau Jawa dengan pulau Madura, yang mana pacak sebelah selatan berada di kecamatan
Kenjeran Surabaya (Jawa) dan pacak sebelah utara berada di Kecamatan Labang,
Bangkalan (Madura).
Jembatan yang melintasi Selat Madura ini mempunyai panjang 5.438
meter, telah diinspirasikan sejak era Presiden Soekarno lagi. Namun karena
adanya Gerakan 30 September (pemberontakan PKI) dan lengsernya Bung Karno dari
kepemerintahan , maka ide pembangunan Jembatan tersebut terbengkalai.
Baru pada tahun 1986, Presiden Soeharto merencanakan kembali
pembangunan Jembatan Suramadu dan direalisasikan empat tahun kemudian, yaitu
tahun 1990. Namun ide tersebut mendapat bantahan dari beberapa tokoh dan ulama
Madura.
Salah satu alasannya adalah dampak industrialisasi atas pembanguna
Jembatan Suramadu akan merugikan masyarakat Madura sendiri. Karena waktu itu,
sumber daya manusia orang Madura belum siap, yang paling penting adalah realita
pulau Batam saat itu.
Para Tokoh dan Ulama Madura takut, pulau Madura akan menjadi
Batam kedua. Yang mana pulau Batam maju dari segi ekonomi dan infrastrukturnya,
akan tetapi orang Batam sendiri tersingkir dan tidak dapat menikmati kemajuan
yang ada di pulau tersebut.
Akhirnya pada tahun 1990, Presiden Soeharto memulakan
pembangunan Jembatan Suramadu dan menjadikan sebagai proyek nasional. Namun krisis
moneter melanda pada tahun 1997, sehingga memaksa pembangunan tersebut
dihentikan.
Kemudian pembangunan jembatan Suramadu, dilaksanakan kembali
pada era Presiden Megawati pada tahun 2003, dan diresmikan pada tanggal 10 Juni
2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jembatan Suramadu sepanjang 5,4
kilometer menghabiskan anggaran Rp 4,5 triliun.
Perinciannya, Rp 3,5 triliun bersumber dari APBN untuk
pembuatan jembatan bentang utara dan selatan. Sementara jembatan bentang tengah
Suramadu menelan anggaran Rp 1 triliun bersumber dari hutang luar negeri.
Namun hasil penarikan tarif tol Suramadu rata-rata Rp 209
miliar per tahun, dan sekarang memasuki tahun kesembilan. Ditotal selama
sembilan tahun, perolehan tarif tol Suramadu mencapai Rp 1,88 triliun.
Dari total pendapatan tersebut, pinjaman atas pembangunan
jembatan Suramadu di bagian tengah telah terlunasi. Mungkin ini juga yang
menjadi pertimbangan pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait pembebasan tarif
tol jembatan Suramadu alias gratis.
Karena kebijakan itu dikeluarkan dalam tahun politik (masa
kampanye), menjelang pemilihan presiden 2019 ini. Maka ianya menjadi bola liar
ajang debat para pendukung kedua kubu koalisi Capres/Cawapres.
Kubu penantang mengatakan, ini adalah kebijakan pencitraan
dalam memenangkan hati pemilih di Madura, yang mana pada Pilpres lalu, kubu
Jokowi kalah jauh dibandingkan Kubu Prabowo. Sedangkan kubu Petahana membantah,
sudah sepantasnya apa yang telah dilakukan presiden untuk kemakmuran rakyatnya.
Jadi kebijakan seorang presiden jangan selalu diidentikkan dengan pencitraan.
Jembatan suramadu, bukan hanya menjadi komoditas politik
saat ini saja. Namun pada Pilpres 2004, Megawati dan SBY berebut pesona
Jembatan Suramadu. Mereka berdua mengklaim, bahwa keberadaan jembatan Suramadu
merupakan peran dan hasil dari kepemerintahannya masing-masing.
Namun secara pribadi, Saya kurang melihat dari sisi
politisnya tentang keberadaan jembatan Suramadu ini. Namun seberapa jauh ianya
memberikan manfaat kepada masyarakat dalam 4 kabupaten di Pulau Madura.
Apakah dengan adanya jembatan Suramadu, ekonomi pulau Madura
semakin meningkat ? Apakah dengan Suramadu, investor mau menanamkan modalnya di
tanah Madura ? Apakah nilai properti di Madura masih jauh dengan di Surabaya ?
Dan apakah pembangunan Infrastruktur di
pulau Madura berjalan dengan baik, setelah adanya Jembatan Suramadu ?
Namun secara pribadi, saya juga belum memahami sistem
perawatan (maintenance) Jembatan Suramadu pasca dihapusnya tarif tolnya. Apakah
ditanggung oleh Pemerintah kota Surabaya dan pemerintah kabupaten Bangkalan
(APBD) atau ditanggung oleh negara melalui APBN-nya ?
Karena selama ini, meskipun ada penarikan tarif tol jembatan
Suramadu, tapi perawatannya seperti
hidup segan mati tak mau. Apalagi setelah ada kebijakan pelupusan tarif tol di
jembatan Suramadu.
Apakah saya saja yang merasakan, bahwa jembatan Suramadu itu
saat ini begitu kusam ? Dan lampu-lampu yang menghiasi Jembatan Suramadu
sepertimana di foto pada awal peresmiannya, sekarang hanya tinggal kenangan
saja ?
Salam dari seberang
Orang Madura yang melewati Suramadu setahun sekali
Untuk perawatan nya sih katanya pake Apbn, tapi kita liat aja seperti apa 1 tahun kedepan nanti.
Tergantung pengelola nya yaitu bpws 🤔