Indonesia adalah salah satu penghasil karet terbesar dunia, disamping negara Thailand, Malaysia, dan India. Sebagai komoditas penting dalam kehidupan manusia, karet merupakan bahan baku produk yang memerlukan kelenturan/elastis dan tahan goncangan. Seperti ban, pipa/selang minyak, bola, dan sebagainya.
Menurut thedailyrecords.com, luas areal perkebunan karet di
Indonesia pada tahun 2019 ini, mencapai seluas 3,5 juta hektar. Lokasi utama
areal perkebunan tersebut meliputi di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau,
Lampung, dan Jawa. Indonesia menyumbang 27,3% produksi karet global, dengan
tujuan eksport utama ke USA, Singapura, China, Brazil, dan Jepang.
Untuk saat ini, pohon karet hanya dimaksimalkan pada
produksi utamanya, yaitu lateksnya. Sedangkan buah karetnya banyak yang tidak
memanfaatkanya. Salah satu alasan utamanya adalah biji karet itu termasuk buah yang
mengandung racun. Sehingga mengundang orang malas untuk mengolahnya sebagai
sumber makanan.
Padahal pada saat ini, buat karet sudah bisa diolah menjadi
aneka makanan dan cemilan. Mulai dari tempe, emping, es krim, dan tepung biji
karet. Bahkan biji karet bisa diolah sebagai sumber energi alternatif seperti
briket, biokerosin, biopelet, biodiesel, dll.
***
Peluang ekonomi dari buah karet itu diliirik dan
dimanfaatkan secara maksimal oleh Ifendayu, ibu rumah tangga dari desa Jati
Mulyo, kecamatan Jenggawah, Jember Jawa Timur. Mantan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) ini menjadikan buah karet sebagai sumber penghasilan keluarga. Buah karet
yang kurang dimanfaatkan di kampungnya, diolah menjadi cemilan “Biji Karet
Goreng” dan dijadikan sumber ekonomi keluarga.
Pada mulanya, Ifendayu hanya menjual biji karet olahannya
dalam ruang lingkup kecil. Para tetangga dan para sahabatnya menjadi target
pasar utamanya. Kemasannya masih sangat sederhana, hanya dimasukkan ke dalam
toples plastik, kemudian hanya diisolasi pada penutupnya saja.
Beberapa waktu kemudian, dengan memanfaatkan kekuatan media
sosial, Ifendayu mulai memasarkan produknya secara gencar dan intensif. Kemasan
produknya sudah mulai dikemas dengan apik dan sudah ada brandingnya.
Ada peningkatan dalam kemasan produk biji karet gorengnya, kalau
pada awalnya menggunakan toples dengan diisolasi pada penutupnya. Sekarang
produk biji karet gorengnya sudah berplastik berzip, dengan kemasan merk
berwarna hijau diluarnya.
Disamping itu, kemasan beratnya sudah beragam mulai dari 200
gram hingga 1 kilo gram per bungkusnya. Dan dimasukkan ke dalam sebuah goodie
bag dengan logo dan kemasan yang sama pada setiap pembeliannya.
Sekarang pasar biji karet gorengnya, bukan hanya sekedar meliputi
kota Jember dan sekitarnya. Namun sudah mendapat permintaan dari berbagai kota
di Indonesia. Bahkan permintaan akan produk “biji Karet Gorengnya” sudah
merambah ke luar negeri. Mulai dari Malaysia, singapura, Hongkong, Taiwan,
Macau hingga ke Qatar.
Disamping memasarkan biji karet goring, Mantan TKI kreatif
ini juga mengolah dan mengemas bawang goreng sebagai produksi ekonomi keluarga.
Bahkan mengemas ikan pindang dan plintiran jamu, sebagai usaha sampingan
setelah biji karet goreng.
Tidak ada cara mudah mendapatkan kesuksesan dan tidak ada
jalan pintas untuk menggapai sebuah mimpi. Ianya memerlukan sebuah proses dan
kerja keras yang maksimal. Semoga usaha yang dilakukan Ifendayu, dengan memanfaatkan
limbah terbuang menjadi sumber ekonomi keluarga, akan menjadi penyemangat dan
motivasi kepada para TKI lainnya.
Salam dari Kuala Lumpur
Salam dari Kuala Lumpur